TEORI POLITIK LINGKUNGAN (PERSPEKTIF GREEN THOUGHT) - ARDELIA PRIMA ASMARANTI (2012230005)
Hubungan
Internasional tidak hanya fokus pada masalah politik, perang, hubungan
kerjasama dan ekonomi saja. Namun, permasalahan lingkungan juga mendapatkan perhatian
masyarakat internasional karena semakin banyaknya permasalahan mengenai
lingkungan hidup. Kepedulian terhadap lingkungan hidup ini mulai muncul pada
tahun 1960-an di kalangan-kalangan pemikir-pemikir barat, serta di kalangan
masyarakat pada tahun itu. Namun, pada masa krisis Perang Dingin, pemikiran
mengenai kepedulian terhadap lingkungan ini mulai melemah karena pada saat itu,
pandangan mengenai realisme serta liberalisme mendominasi. Setelah berakhirnya
Perang Dingin pada tahun 1990-an, pemikiran mengenai kepedulian terhadap
lingkungan hidup kembali menjadi perhatian dan menjadi sebuah isu dalam
hubungan internasional, karena dampak dari perang yang banyak menyebabkan
rusaknya lingkungan hidup akibat perang.
Green Thought
berangkat dari asumsi dasar bahwa manusia dan alam memiliki hubungan yang pada
akhirnya, hubungan tersebut menyebabkan krisis lingkungan. Bahkan, para aktivis
yang peduli akan lingkungan hidup berpendapat bahwa kebiasaan manusia di era
modern inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya krisis lingkungan.
(Steans, 2009:396). Green Thought melihat bahwa sistem negara, serta perekonomian
global dianggap sebagai penyebab permasalahan krisis lingkungan yang terjadi.
(Steans, 2009:381). Green Thought juga menganggap bahwa pemanfaatan ilmu dan
teknologi-teknologi yang semakin modern, yang seharusnya dianggap sebagai
penyelesaian permasalahan mengenai krisis lingkungan hidup ini, terkesan
sebagai penyebab dari krisis lingkungan yang terjadi. Namun, Green Thought juga
menginginkan perubahan dengan menawarkan gagasan mengenai penyelesaian masalah
terkait dengan krisis lingkungan yang terjadi.
Banyak dari
negara-negara maju yang meningkatkan sektor
perindustriannya, namun justru membuat negara-negara maju tersebut menyumbang
Gas Emisi Karbondioksida dalam jumlah besar, yang dapat merusak lingkungan dan
menjadi penyebab perubahan iklim. Seperti halnya Amerika Serikat di posisi
kedua sebagai negara penyumbang Gas Emisi Karbon terbesar. (www.sinarharapan.co).
Bahkan Amerika Serikat dengan kemajuan industrinya, tidak bersedia meratifikasi
Protokol Kyoto, dengan alasan bahwa apabila negara mereka meratifikasi Protokol
Kyoto akan mengganggu perekonomian negaranya. (www.mongabay.co.id).
Protokol Kyoto merupakan sebuah perjanjian internasional terkait pemanasan
global dalam agenda utama Konvensi Rangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on
Climate Change) (forum.detik.com). Negara-negara maju tersebut yang
berpendapat bahwa negara mereka peduli terhadap lingkungan, namun justru negara
merekalah yang menyebabkan kerusakan lingkungan dengan sumbangan Gas Emisi
Karbon dari negara-negara tersebut.
Oleh karena itu,
Green Thought berpendapat bahwa Negara sekalipun dapat menjadi penyebab utama
rusaknya lingkungan karena penggunaan teknologi-teknologi serta kemajuan dari
sektor industri negara tersebut. Dan dengan banyak berdirinya lembaga-lembaga seperti
halnya NGO yang bergerak dalam bidang lingkungan, merupakan sebuah solusi yang
ditawarkan, karena NGO yang bergerak dalam bidang lingkungan tersebut berangkat
dari perspektif Green Thought ini.
Referensi
:
Steans, Jill dan Lloyd Pettiford. 2009. Hubungan Internasional Perspektif dan Tema. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.